Kamis, 19 Juli 2012

Awal Mula Pakaian Untuk Anak Jalanan


Benar kata Bang Chandra ketika pertama kali Bang Chandra ngetweet dengan hashtag #PakaianUntukAnakJalanan, Bang Chandra bilang, kegiatan ini berawal dari kegelisahan @Linabayun teerhadap nasib anak-anak jalanan. Ya, kegiatan ini memang berawal dari kegelisahan saya ketika melihat anak-anak masih harus berada di jalanan di waktu yang tidak seharusnya.

Cerita singkatnya, ketika itu, saya sedang bersama dengan adik-adik saya,  kami main seperti biasa, kebetulan, siang itu adik-adik saya mengajak saya untuk karaokean di Kelapa Gading. Hari itu hari kamis, hari paling galau sedunia dalam menyambut ramadhan. Galaunya karena belum tau puasanya hari jum’at atau hari sabtu. Semua warga negara menunggu kepastian Departemen Agama untuk mengumumkan tanggal 1 Ramadhan jatuh di hari apa. Semua umat menunggu hilal, termasuk saya.

Selesai karaokean, sekitar pukul tujuh malam, saya dan adik-adik lalu keluar meninggalkan tempat karaoke itu. Lantas apa yang saya lihat di pintu tempat karaoke semeriah NAV di Jalan Boulevard Kelapa Gading? Saya melihat seorang anak kecil, sekitar kelas 1 SD, berpakaian lusuh, polos, dan kurus itu duduk merenung di depan pintu. Dia tidak meminta apapun dari setiap orang yang lewat. Dari sana justeru saya melihat keihklasan seorang anak menjalani kehidupannya. Apapun, yang penting saya jalani. Begitu pesan yang ia siratkan, yang mampu saya tangkap dengan naluri saya sebagai seorang kakak.

“Adik, di sini terus?” tanya saya, begitu saya mendekati mereka. Anak itu mungkin kaget, lalu berdiri menghadap saya. Dia hanya menganggukan kepala untuk menanggapi pertanyaan saya tadi. “Mana teman-temannya, Dik?” tanya saya.

“Nggak ada,” katanya. Sungguh saya bertanya dalam hati, jika memang Tuhan Maha Baik, mengapa Beliau menjadikan anak-anak ini hidup di jalanan, malam-malam, dan sendirian. Hati saya sakit melihat kenyataan seperti ini. Tapi saya juga tidak mungkin mengingkari kasih sayang Tuhan. Mungkin Tuhan punya cerita sendiri mengapa anak semanis itu harus berkeliaran di jalan raya, dengan alat kecrekan sederhana di tangannya.

Tidak ada alasan saya untuk tidak bersyukur dengan semua yang saya terima sampai hari ini. Segala pinjaman dan pemberian dari Allah Ta’ala membuat saya berpikir, pantaskah saya, jika suatu hari nanti saya menerima kesulitan, lalu saya merenung dan bertanya, mengapa harus terjadi pada saya? Pantaskah saya menanyakan takdir-takdir yang tidak saya inginkan, padahal itu yang terbaik untuk saya? Atau mungkin sedikit lebih baik dari yang lain. Hati saya terus berteriak, “kenapa harus anak-anak?” Tapi tetap, saya tidak menemukan jawabannya , walau sudah sekencang apapun saya berteriak.

“Kamu sekolah kelas berapa Dik?” tanya saya lagi. “Nggak sekolah,” jawabnya. Sekilas saya marah pada negeri ini, dimana pertanggung jawaban mereka atas Undang-Undang Dasar Negara 1945 dalam pasal 34 ayat 1 “fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Pada kenyataannya, hari ini negara lebih memilih memelihara koruptor ketimbang fakir miski atau anak terlantar. Tapi kalau saya menunggu negara yang mengurus mereka, sampai berapa banyak anak terlantar lagi menunggu negara berbuat dan memihak mereka? Persetan terhadap semua undang-undang!! Mungkin undang-undang hanya dianggap rhyme oleh semua pejabat negara.

“Tunggu disini sebentar Dik, sebentar jangan kemana-mana dulu ya,” pinta saya pada anak laki-laki itu. Saya lihat, dia memperhatikan saya. Lalu saya memanggil adik-adik saya yang masih berada di dalam Nav itu. Saya memanggil Dinda dan Andika, adik saya yang masih SMP kelas 3 dan SD kelas 3 itu. Saya berikan ke keduanya uang masing-masing sepuluh ribu. Lalu saya katakana kepada mereka untuk diberikan kepada anak kecil yang berada di depan pentu. Ya, anak jalanan yang berbaju lusuh itu. “Dinda sama Dika, ini kasing uang ke anak itu,” sambil saya menunjuk kea rah anak laki-laki kecil itu. “Biar kenapa Mbak, kok Dika?” tanya Andika. “Udah kasih aja dulu, nanti aku certain di mobil,” kataku. Lalu mereka berdua mengikuti apa yang aku perintahkan.

Saya menunggu dari jauh, bukan karena apapun, tapi saya ingin mengajarkan adik-adik saya untuk berbagi, untuk lebih membuka mata, ada anak-anak yang lebih susah dari kita. Nggak perlu takut atau sungkan berbagi dengan orang yang tidak kenal, berikan semampu kita. Lalu di jalan menuju pulang, saya bercerita mengenai anak itu, itung-itung member nutrisi untuk adik-adik saya, supaya kelak mereka dewasa memiliki rasa berbagi yang tinggi terhadap sesame. Respect terhadap lingkungan sekitar.

Kegelisahan itu, ternyata terbawa sampai di rumah. Tidak sengaja tersimpan di dalam benak saya. Saya adalah tipe orang yang krasak-krusuk grabak-grubuk, akhirnya, saya langsung menceritakan hal ini ke dua teman saya; Arham dan Bang Chandra, Alhamdulillah, mereka berdua respect dengan keinginan saya. “Aku setuju, lanjutin aja Lina, aku bantu sebisaku.”

Begitu mendapat persetujuan dari kedua temanku, sudah tidak ada lagi alasan bagi saya untuk tidak mengeksekusi rencana baik ini. Akhirnya, dengan niat baik, saya mulai menyebarkan informasi bahwa saya dan teman-teman akan mengadakan kegiatan mengumpulkan pakaian baru atau pakaian layak pakai untuk diberikan kepada anak-anak jalanan. Teknisnya bagaimana, saya memikirkan itu sambil berjalannya waktu.

Hari ini, saya masih menimbang baik-buruknya, bagaimana teknis mengumpulkannya, batas waktu, tempat penyaluran, dan teman yang mau diajak bekerja sama secara sukarela. Saya mengandalkan Allah dalam kegiatan ini. Bismillah mudah-mudahan banyak yang ikutan dan manfaatnya untuk anak-anak jalanan.  Semoga ke depan, ada jalan untuk kegiatan ini. Bismillahirrohmanirrohim…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar